Produktifitas dan Kualitas dalam Proyek Konstruksi

adi pandarangga

Oleh : Adi Pandarangga

Pengantar:
tulisan ini merupakan kumpulan lepas bahan kuliah dari berbagai kampus dan sebagai salah satu tugas presentasi yang selanjutnya dikembangkan sendiri oleh penulis dan masih memerlukan pengembangan lebih lanjut.

1. Pengertian dan Arti dari Produktifitas, Constructability, Ergonomic, Safety, Lean Construction.

 A. Produktifitas
a.1  Herman RS merangkum beberapa pengertian dari beberapa ahli sebagai berikut (Soetisna, 2009):
q  Marvin E Mundel, (The Asian Productivity “Organization (APO) )
“Rasio keluaran yang menghasilkan untuk penggunaan di luar organisasi, yang memperbolehkan untuk berbagai macam produk dibagi oleh sumber-sumber yang digunakan, semuanya dibagi oleh suatu rasio yang sama dari periode dasar”.
q  Paul Mali : “ukuran seberapa hemat sumber daya yang digunakan di dalam organisasi untuk memperoleh sekumpulan hasil”.
q  Dewan Produktivitas Nasional  :
a.    Secara fisiologi / psikologis  : -sikap mental ---- kehidupan hari ini harus lebih baik dari kemarin dan hari  esok harus lebih baik dari hari ini.
b.    Secara ekonomis :  usahan memperoleh hasil (output) sebesar-besarnya dengan pengorbanan sumber  daya (input) yang sekecil-kecilnya.
c.    Secara teknis : diformulasikan sebagai rasio output terhadap input.

q  International Labour Organization ( ILO ) :  “hasil integrasi 4 elemen utama, yaitu tanah (bangunan), modal, tenaga kerja, dan organisasi”.
q  European Productivity Agency (EPA) : “derajat pemanfaatan secara efektif dari setiap bagian elemen produktivitas”.
q  Vinay Goel (Toward Higher Productivity):  “hubungan antara keluaran yang dihasilkan dan masukan yang diolah pada satu waktu tertentu”.
q  Peter F. Drucker:  “keseimbangan antara seluruh faktor-faktor produksi yang memberikan keluaran yang lebih banyak melalui penggunaan sumber daya yang lebih sedikit”.
q  Everet E. Adam, James C Hersahauer dan William A. Ruch: “perubahan produk yang dihasilkan oleh sumber-sumber yang digunakan”.
q  David J. Sumanth: “Total produktivitas :perbandingan antara output tangible dengan input tangible”.
q  Fabricant: “Perbandingan output dengan input”.
q  Siegel : “Berkenaan dengan sekumpulan perbandingan antara output dengan input”.
q  Konfrensi Osio 1984: “suatu konsep yang menyeluruh (universal) yang bertujuan untuk menyediakan lebih banyak barang dan jasa untuk lebih banyak manusia, dengan menggunakan sumber-sumber riil yang makin sedikit”.
q  Davis : “perubahan produk yang dihasilkan oleh sumber-sumber yang digunakan”.


Dari definisi-definisi di atas secara umum produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan, atau dapat diformulasikan sebagai berikut :

B. Constructability

Sebuah proses yang menggunakan pengalaman dari personel proyek dengan pengetahuan yang luas tentang konstruksi sejak awal tahapan desain proyek hingga di pastikan bahwa proyek  tersebut dapat dibangun, disamping itupun memiliki biaya yang efektif, di tawarkan serta dapat dipelihara (AASHTO, 2000).

Ø Constructability ialah pemanfaatan secara optimum pengetahuan dan pengalaman konstruksi pada proses perencanaan, perancangan, pengadaan dan pelaksanaan konstruksi untuk mencapai tujuan proyek Constructability, as defined by the Construction Industry Institute (CII 1986),

Ø  the optimum use of construction knowledge and experience in the conceptual planning, engineering, procurement, and field operations phases to achieve the overall project objectives. (Nima, 2004)
Ø  Construction Industry Institute (CII)  – Australia (1995) mendefinisikan: “constructability : pemanfaatan secara optimum pengetahuan dan pengalaman konstruksi pada proses perencanaan, perancangan, pengadaan dan pelaksanaan konstruksi untuk mencapai tujuan proyek.” Constructability is the optimum use of construction knowlwdge and experience in planning, design, procurement, and field operations to achieve overall project objectives (Fischer et al, 1997 dalam Adianto et al, 2006).
Ø  Kemampubangunan sebuah proyek (the capability of being constructed). Sebuah penerapan atas sebuah metode sistem optimasi konstruksi proyek selama perencanaan, desain, pengadaan, konstruksi, pengujian dengan berpengetahuan, pengalaman personil yang merupakan bagian dari proyek tim(Pocock, 2006)

C. Ergonomic

v  Istilah “ergonomi” berasal dari bahasa latin yaitu ERGON (KERJA) dan NOMOS (HUKUM ALAM) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain atau perancangan
v  Egonomi cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif, aman, dan nyaman (Sutalaksana, 1979). Ergonomi berkenaan berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia ditempat kerja, di rumah, dan di tempat rekreasi. Ergonomi disebut juga sebagai Human Factors.
v  Ergonomi, (di lingkungan kerja) suatu studi tentang kesesuaian/kecocokanantara karyawan atau pegawailebih khusus bagian tubuh manusia, dengan berbagai item/barang yang berhubungan / mengalami kontak selama hari kerja normalPheasant (1991) dalam (Morse, 2009)

D. Safety

       Pengertian safety tidak dapat terlepas dari singkatan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) dan biasanya menjadi satu kesatuan pemahaman dalam suatu proses produksi
       Safety adalah ilmu dan seni yang terdiri dari serangkaian metoda-metoda dalam melakukan intervensi terhadap system kerja sehingga menjamin keamanan setiap system kerja yang dijalankan baik bagi pekerjaan, peralatan, maupun bagi lingkungan (Deny, 2010).
       Keselamatan kerja atau Occupational Safety, (safety), secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Kecelakaan Kerja (accident) sebagaisuatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses (Labor, 2011)
       Usaha untuk melaksanakan pekerjaan tanpa mengakibatkan kecelakaan, dengan kata lain membuat suasana kerja atau lingkungan kerja yang aman dan bebas dari segala macam bahaya disamping dicapainya hasil yang menguntungkan. (Wicaksono, 1996)

E. Lean Construction

       Lean Construction (Konstruksi Ramping) merupakan penerapan lean principles pada industri manufaktur kepada industri konstruksi dengan tujuan untuk meningkatkan value dan mengurangi waste.
       Kombinasi dari hasil riset dan pengembangan dalam desain konstruksi dengan mengadaptasi prinsip-prinsip lean manufacturing(pabrik) dan mengaplikasikan prinsip desain end-to-end dan proses konstruksi serta berkaitan erat dengan pemenuhan secara holistik dan berkelanjutan dalam semua aspek lingkungan yang dibangun dan alamiah : desain, konstruksi, aktivasi, pemeliharaan, penyelamatan, dan daur ulang. Pendekatan ini mencoba untuk mengelola dan meningkatkan proses konstruksi dengan biaya minimum dan nilai maksimum serta mempertimbangkan kebutuhan pelanggan (Wikipedia, 2011)
       filosofi yang berdasarkan konsep lean (manufacturing) : bagaimana mengelola dan memperbaiki proses konstruksi untuk memperoleh keuntungan sesuai yang diinginkan pelanggan (constructingexcellence, 2004).
       cara baru untuk mengelola/ mengatur produksi arsitektur, tehnis dan industri konstruksi sehingga berdampak pada hubungan komersial dan proses hasil akhir proyek, perencanaan dan pengontrolan dari prinsip ini dapat mengurangi waste dengan meningkatkan proses kerja/ alur kerja yang efisien dan efektif. (London, 2008)

2. Hubungan Produktifitas, Constructability, Ergonomic, Safety, Lean Construction saling berpengaruh .

Hubungan beberapa aspek diatas akan digambarkan ilustrasi pada sebuah proyek konstruksi bangunan dimana setiap unsur diatas berhubungan satu sama lainya.


       Pada proses awal ini telah mulai dimasukkan bagian dari unsur diatas tadi yakni proses constructablity (arah hulu) berupa kesesuaian Rencana Konseptual, Perancangan (Desain) dengan pemanfaatan secara optimum pengetahuan dan pengalaman konstruksi, pada bagian pada arah hilir mulai diterapkan prinsip Lean Construction berupa pemilihan material yang ramah lingkungan dan peralatan yang seefisien mungkin serta pemakaian tenaga yang trampil sesuai dengan jenis pekerjaannya, sehingga pada proses konstruksinya tidak akan banyak mengalami waste berupa rework, atau kegiatan lainnya dalam proses yang tidak menghasilkan value/nilai.
       Selama proses konstruksipun perlu adanya metode-metode untuk melakukan intervensi terhadap sistem kerja berupa Safety/ keselamatan kerja sehingga menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik secara fisik dan rohaniah tenaga kerja / manusia serta hasil budaya dan karyanya, dalam proses inipun tentunya konsekwensi safety menjadi hal yang tidak mudah karena setiap efisiensi tentunya membutuhkan kehati-hatian yang tinggi, dimana human error menjadi rentan. Tentunya ini merupakan trade-off antara tuntutan lean construction dan produktifitas.
       Pada proses konstruksipun ada tuntutan akan prinsip ergonomis berupa sistem kerja yang dirancang sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik atau kecocokan antara karyawan atau pegawailebih khusus bagian tubuh manusia, dengan berbagai item/barang yang berhubungan / mengalami kontak selama hari kerja normal pada pekerjaan konstruksi hal ini terlihat pada penggunaan material yang dapat didaur ulang dan konstruksi bangunan yang dihasilkan dapat menjamin orang yang menggunakannya dengan aman dan nyaman serta ramah lingkungan hal ini sejalan dengan prinsip Lean Construction yang mengutamakan efisiensi dan efektifitas dalam menghasilkan produktitas yang tinggi.
       Pada bagian terakhir pad proses tersebut adalah produktifitas yang mencakup seluruh bagian proses konstruksi dari awal sampai akhir sebagai sebuah penilaian atas kenerja produksi. Nilai keluaran output sangat tergantung pada input/masukan yang ada serta seberapa bagus proses yang kompleks tersebut selesai dengan persyaratan efektifitas dan efisien. Dengan ukuran produktifitas diatas maka tekanan memperbesar nilai output dan menekan input menjadi tantangan tersendiri jika dibarengi dengan penerapan prinsip constructabiity, lean construction, ergonomis dan safety, namun itulah tantangan yang harus dicapai oleh setiap stake holder untuk diperolehnya optimalisasi yang sesuai kondisi.

3. Cara meningkatkan Produktifitas dalam sebuah site proyek.

ü Penelitian oleh Low (1992), produktifitas konstruksi dipengaruhi (7 faktor) : buildability, structure of industry, training, mechanisation and automation, foreign labour, standardization, building control (Ervianto, 2005)
ü  Penelitian serupa di Indonesiapun dilakukan dan ditemukan beberapa faktor yang berpengaruh yakni (Kaming, 1996):
1.   Metode dan Teknologi  : desain rekayasa, metode konstruksi, urutan kerja dan pengukuran kerja.
2.   Manajemen Lapangan : perencanaan dan penjadwalan, tata letak lapangan, komunikasi lapangan, managemen material, manajemen peralatan, manajemen tenaga kerja.
3.   Lingkungan Kerja : keselamatan kerja, lingkungan fisik, kualitas pengawasan, keamanan kerja, latihan kerja, partisipasi.
4.   Faktor Manusia : tingkat upah pekerja, kepuasan kerja, insentif, pembagian keuntungan, hubungan kerja mandor pekerja, hubungan kerja antar sejawat, kemangkiran.

4. Pengertian waste dan contohnya pada proyek konstruksi serta bagaimana menguranginya.

4a. Defenisi secara umum dari waste :

Biaya atau value yang tidak perlu dan dihasilkan dari suatu kegiatan yang tidak efisien/tidak efektif, system dan kontrol (McKinney & Johnson, 1986). Ditambahkan oleh Baran (1959), waste adalah perbandingan atau selisih antara “We get of the things we want and what we could get” (standburry, 1995)
Waste pada bidang konstruksi :
       Hong Kong polytechnic’s (1993) : produk yang dihasilkan dan dibuang dari lokasi kerja konstruksi, renovasi dan pembongkaran atau lokasi bangunan dan pekerjaan struktur teknik sipil .
       Waste dalam konstruksi bersifat umum, namun dapat diklasifikasikan menjadi 4 jenis sebagai (Rameezdeen, 2001) :
1.   Waste Alami : Limbah yang sampai pada batas tertentu tak dapat terelakkan pada lokasi konstruksi dan ini umumnya diterima oleh semua pihak limbah alami
2.   Waste Langsung : dapat dicegah dan dapat mengakibatkan kerugian.
3.   Waste tidak langsung Dipahami sebagai waste biaya dan dibedakan dari waste langsung dengan fakta bahwa bahan/material tidak hilang secara fisik, tetapi secara tidak langsung
4.   Waste konsekuensi : Biaya bahan yang terbuang lebih besar dari nilai sebelumnya, Pertambahan nilai ini bahan yang terbuang ini berhubungan dengan waste konsekuensi dan nilainya tersembunyi.


4b. Untuk mengurangi waste pada proyek konstruksi :

            Secara prinsip ada dua: (I) mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dan (II) mengadopsi sistem yang efektif untuk mengelola limbah yang dihasilkan. Sehingga industri konstruksi banyak mengadopsi dan belajar dari industri manufaktur, oleh karena itu salah satu inovasi yang fundamental adalah mengadopsi teori produksi yang dinamakan Lean Production kapada seluruh tahapan/proses konstruksi, yang lebih dikenal sebagai Konstruksi Ramping (Lean Construction).

        Tentu saja, tidak secara serta merta industri konstruksi dapat menerapkan prinsip-prinsip  lean tersebut pada proyek konstruksi. Tetapi potensi penerapan prinsip-prinsip terdapat pada proses konstruksi, terutama pada jenis  konstruksi yang linier, di mana terdapat operasi dan proses konstruksi yang berulang. Konstruksi yang linier yang membutuhkan pekerjaan, proses dan operasi berulang akan memberikan peluang untuk dapat melakukan perbaikan yang terus menerus (continous improvement).

5. Tiga buah contoh pekerjaan konstruksi yang dapat ditingkatkan dalam hal Produktifitas, Constructability, Ergonomic, Safety.

a. Pelat Selip untuk memindahkan  selang pengisi campuran beton


Permasalahan
       Selang beton bermuatan berat dan pada saat menarik dibutuhkan banyak tenaga /kekuatan.
       Pengait pada selang mungkin akan mengahalangi pada bagian lebar. Pekerja kadang-kadang harus menekuk kebawah dan mengangkat selang untuk membebas selangnya.
       Menarik, mengangkat, dan memindahkan bagian selang dapatmemaksa tubuh ke posisi yang aneh dan membuat tegang punggung bawah dan lutut.
       Jika harus menggunakan gerakan menyentak atau memutar tubuh saat melakukan pekerjaan ini,  bahkan punggung akan lebih menerima ketegangan.
        Penanganan selang beton, terutama untuk jangka waktu yang lama, dapat menyebabkan kelelahan, sakit punggung, dan otot bahkan yang lebih serius atau cedera sendi.

Pelat Selip



Solusi: Menarik selang dengan pelat selip dan kait

 


Satu satu SolusiPelat Selib ("cakram tempat selang") mungkin berguna saat pompa beton bekerja dan cara-cara alternatif lain tidak dapat digunakan (manual). Pelat Selip ditempatkan dibawah selang beton. Alat ini sebagai dudukan untuk memegang selang dan dapat berpindah. Alat ini mengurangi gesekan dengan anyaman besi dan membuat selang lebih mudah untuk menarik serta mencegah kait selang terkait pada ujung (ergonomis).
Cara kerja
       Pekerja akan menggerakkan selang berisi campuran beton diatas anyaman plat dengan menarik tali melekat pada selang, atau dengan menggunakan besi panjang berkait. Pelat selib lebih mudah meluncur di anyaman pasar ini, mengurangi gesekan dan menarik lebih mudah. Juga, selang tidak akan terkait pada anyaman besi. Untuk anyaman besi tidak terlalu mengalami beban yang berpengaruh pada jarak antara ikatan yang bergerak/berubah sehingga tidak sesuai dengan desain (constructability).
       Hal ini mengurangi kebutuhan untuk buruh untuk menyentak selang atau menekuknya, 4 - 6 pelat selib harus diletakkan dekat ujung selang penuangan. Paling efektif ketika selang dirapatkan ke setiap plat dengan mengencangkan selang dan pelat dengan kawat ikat. Menggunakan pelat selip yang tidak aman dapat menyebabkan lebih lentur, posisi canggung, dan kembali tegang pada bagian tubuh.
Keuntungan bagi pekerja
       Setidaknya telah ditemukan bahwa menggunakan pelat selib aman untuk mengurangi tekanan pada punggung bawah dan cedera yang lebih serius (Safety). Penggunaan pelat selip dijamin tidak mengakibatkan hilangnya produktivitas dan dibutuhkan sedikit tenaga untuk mengangkat dan menarik selang (produktivity) Dibutuhkan hanya beberapa menit untuk menempatkan pelat selip di bawah selang dengan aman mereka. Malah para pekerja tidak menjadi lelah saat menarik selang berat, sehingga produktivitas mungkin benar-benar meningkat.
b. Pemasangan batako ringan



Permasalahan
       Sebuah batako yang umum (masif). Untuk tukang batu, mengangkat dan menempatkan dapat menyebabkan kelelahan dan akan mengalami kelelahan pada punggung, tangan, dan lengan.
       Jika dilakukan sering, mungkin berada pada risiko yang serius atau cedera otot sendi.
       Risiko tergantung pada berapa banyak unit yang dikerjakan, seberapa berat, seberapa sering bekerja, seberapa rendah untuk menunduk dan seberapa tinggi harus mencapai ke tempat penempatan batako. Serta resiko ketika memutar badan dan mengangkat dengan atau satu tangan.

Jenis batako ringan



Satu satu Solusi
       Menggunakan batako ringan. Dengan unit berat 30-40% kurang dari batako biasa, menggunakan batako jenis ini akan meningkatkan output / jumlah yang dikerjakan dalam sehari dan berat yang di angkut juga menjadi lebih sedikit. Kurangnya berat berarti akan mengurangi keletihan dan tekanan punggung, tangan, dan lengan juga berkurang.
b. Pemasangan batako ringan
Keuntungan bagi pekerja
       Pemasangan batako ringan dapat mereduksi kelelahan pada pekerja dan menurunkan ketegangan pada otot punggung dan lengan. Pada Suatu penelitian diamati bagaimana batako ringan dari bobot yang berbeda mempengaruhi stres otot. Tukang batu membangun dua dinding. Satu dinding menggunakan batako ringan dan lainya biasa. Pekerja yang membangun dinding dengan batako ringan, mengalami sedikit kelelahan pada punggung dan stres otot lengan. Perbedaan terbesar ketika mengangkat batako ke atas pada yang tembok tinggi. Sehingga jelas akan terlihat pula pada produktifitas akan meningkat dimana yang lebih ringan akan mengahasilkan produktifitas yang paling tinggi.
Perkiraan biaya
       Batako ringan sedikit lebih mahal dari batako standar . namun tukang batu bekerja lebih cepat dan lebih baik sehingga dapat mengurangi biaya tenaga kerja. Nilai ini diperkirakan hingga 80 % lebih murah serta pembuatan dan pengakutan juga dapat lebih murah
c. Alat screed (perata/leveling) mekanis
       Problem: Hand screeding
       Permasalahan



Ketika meratakan campuran beton dengan screed, dikerjakan membungkuk, dan harus menggunakan pegangan yang kuat untuk menarik papan atas beton basah. Lengan dan bahu mengerahkan banyak tenaga dan berulang.
       Melakukan pekerjaan sesering mungkin dan dalam jangka waktu yang lama  menyebabkan kelelahan dan nyeri. Serta memberi tekanan besar pada punggung, lutut, tangan, lengan, dan bahu, yang dapat menyebabkan otot menjadi lelah bahkan biasa cedera sendi.
       Pada hasil manualpun akan diperoleh permukaan yang kurang rata/mulus sehingga akan menyebabkan ketidaksesuaian dengan desain dan kelayakannya pada penggunaannya

Solution: Motorized screeding
Salah satu solusi
       penggunaan screed bermotor (screed bergetar). Anda dapat bekerja dengan berdiri tegak, dan pengoperasian screed menjadi lebih mudah dari yang manual. Jenis screed ini menghilangkan gerakan screeding pada posisi membungkuk dan gerakan lengan dan bahu akan berkurang, hal ini dapat mengurangi cedera / kecelakan bekerja (Safety)
Cara Bekerja
screed bermotor terdiri dari pisau /bajak 
yang mengapung diatas campuran , motor yang bergetar akan mengetarkan bajak screed dan pipa logam sebagai dukungan yang akan dipegang untuk terus mengoperasikannya. inibaik digunakan untuk pekerjaan kecil hingga menengah.
       Sebuah motor screed dapat mengurangi kerja otot dan cedera serius pada sendi. Karena alat ini banyak mengurangi kerja fisik yang kerjakan oleh screed biasa/ manual (Ergonomis). Sedikit usaha dibutuhkan  untuk memindahkan bajak screed di atas permukaan beton. Screeding dengan peralatan bermotor ini membuat pekerjaan menajdi lebih cepat. Beberapa kontraktor menunjukkan hasil bahwa hal ini dapat memperbaikan produktivitas (produktivitas). Getaran pisaunya meningkatkan konsolidasi beton dan mengurangi waktu beton mengambang setempat.
       Hasil yang diperoleh dengan alat ini dapat lebih baik (permukaan lebih halus/rata) sehingga sessuai dengan apa yang didesain awal (constructability)
       Ada beberapa kelemahan. Meskipun bekerja dengan memakai alat yang berlistrik dengan pipa ini, penggunaan cara manual/ tangan diperlukan yakni untuk memindahkan dari satu lokasi ke lokasi yang lain. Hal ini karena alat tersebut cukup berat , hal ini dapat membuat otot juga tegang.
       Getaran pada alat ini juga dapat menjadi masalah karena pekerja juga harus terhindar dari sindrom getaran lengan/ (hand-arm vibration syndrome/HAVS), serta gangguan saraf yang bisa mematikan. Sehingga perlu pemilihan yang hati-hati atas penggunaan alat, terutama kesesuaian dengan tingkatan umur ataukondisi pekerja.

6. Prospek penerapan Lean construction di industri konstruksi indonesia.

       Dalam Industri konstruksi Indonesia, dan juga secara umum, masih bergelut dengan permasalahan ketidakefisienan dalam pelaksanaan proses konstruksinya. Masih terlalu banyak pemborosan (waste) berupa kegiatan yang menggunakan sumber daya tetapi tidak menghasilkan nilai yang diharapkan (value). Berdasarkan pada data yang disampaikan oleh Lean Construction Institute, pemborosan pada industri konstruksi sekitar 57% sedangkan kegiatan yang memberikan nilai tambah hanya sebesar 10%.


       Dengan data diatas tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi indonesia, dimana sebagai negara berkembang dan sedang giatnya membangun, tentunya prinsip LC menjadi alternatif terbaik yang harus diterapkan artinya pada waktu yang belum begitu lama pengadopsian metode ini dari bidang manufaktur. Namun tidaklah semuda mengatakannya, karena bangsa kita masih terus bergulat dengan persoalan yang mendasar seperti halnya sumber daya manusia yang terbatas (terutama kualitas), sistem birokrasiyang masih tidak efisien dan efektif, kondisi investasi didaerah yang tidak merata kondusifnya serta tantangan tersendiri atas penerapan prinsip LC bagi  pelaku jasa konstruksi yang menganggap tidak terlalu penting. Perlunya pendekatan yang sistemikuntuk menerapkan prinsip ini, serta menjadi tantangan tersendiri bagi bangsa kita akan dunia konstruksi di bawa kemana sehingga menjadi sejajar dengan bangsa yang sudah lebih duluh berkembang dalam bidang konstruksi

Daftar Pustaka

AASHTO. (2000). Construction Review Best Practise guide. US: AASTHO.

Abduh, M. (2007). Konstruksi Ramping: Memaksimalkan Value dan Meminimalkan Waste . Sustainability dalam bidang Material, Rekayasa dan Konstruksi Beton (hal. 213-235). Bandung: FTSL - ITB.

Adianto et al. (2006). Studi Pemahaman Dan Penerapan Constructability Kontraktor Di Bandung. Jurnal Teknik Sipil Vol. 7 No. 1 , 26 - 39.

Constructingexcellence. (2004, Oktober 8). constructingexcellence. Dipetik Juni 29, 2011, dari www.constructingexcellence.org.uk: www.constructingexcellence.org.uk/pdf/fact_sheet/lean.pdf

Deny. (2010, Juni 11). keselamatan kerja sektor pertambangan. Dipetik Juni 30, 2011, dari www.denyrendra.net: http://www.denyrendra.net/search/definisi-keselamatan-kerja-sektor-pertambangan

Ervianto, W. (2005). Manajemen Proyek Konstruksi. Dalam W. I. Ervianto, Produktifitas(hal. 220). Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Kaming, P. (1996). Factor Influencing Craftsmen's Productivity in Indonesia. International Journal of Project Management , 1-10.

Labor, S. (2011, Juni 18). http://budygaara.blogspot.com. Dipetik Juni 30, 2011, dari Komunitas Blogger Pekanbaru: http://budygaara.blogspot.com/2011/06/pengertian-kesehatan-dan-keselamatan.html

London, K. (2008). Construction Supply Chain Economics. Dalam S. Research, Construction Supply Chain (hal. 96). London: Taylor and Francis.

McKinney, & Johnson. (1986). Concept and Definitions. Dalam Fraud, Waste and Abuse in Government: Causes, Consequence and Cures (hal. 1-7). Philadelphia: Institute for the study of human Issues.

Morse. (2009). A decision model for the analysis of ergonomic investments. International Journal of Production Research , 6109–6128.

Nima. (2004, Juni 01). Constructability Concepts in Kuala Selangor Cable-Stayed Bridge in Malaysia. 130 , hal. 315-321.

Nima. (2004, Juni 01). Constructability Concepts in Kuala Selangor Cable-Stayed Bridge in Malaysia. 130 , hal. 315-321.

Pocock. (2006). Constructability State of Practice Report. JOURNAL OF CONSTRUCTION ENGINEERING AND MANAGEMENT © ASCE , 373 - 383.

Rameezdeen. (2001). Construction Waste Sector in Sri Lanka. Dipetik Juni 28, 2011, dari www.cowam-project.org: www.cowam-project.org/cms/Content/.../060419_Construction_Waste-SL...

Soetisna, H. R. (2009). “Pengukuran Produktivitas”. Bandung: Laboratorium PSK&E TI-ITB.

Sutalaksana. (1979). Teknik Tata Cara Kerja. Bandung: Penerbit ITB.

Wicaksono. (1996, Juni 11). Komando Safety. Dipetik Juni 30, 2011, dari Proyek DAM Karebbe: xa.yimg.com/kq/groups/19861696/741613874/name/Safety+Project.pps

Wikipedia. (2011, Juni 30). Lean_construction. Dipetik Juni 30, 2011, dari http://en.wikipedia.org: http://en.wikipedia.org/wiki/Lean_construction